Sabtu, 16 Agustus 2008

Managed Care di Indonesia

Meningkatnya taraf kehidupan telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik dan bermutu, sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan dan kedokteran.

Ternyata industrialisasi di sektor kesehatan juga telah mendorong meningkatnya biaya kesehatan, lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk membiayainya. Industrialisasi juga menimbulkan persaingan dari para pemberi pelayanan kesehatan (dokter, rumah sakit, klinik, laboratorium, dsb.) dan industri kesehatan lainnya (farmasi, alat-alat kedokteran dan kesehatan lainnya). Fenomena makin meningkatnya utilisasi (pemanfaatan) pelayanan yang meningkatkan biaya kesehatan mulai tampak cenderung makin mengabaikan efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan.

Promosi rumah sakit / klinik yang memiliki alat-alat kedokteran canggih diikuti peningkatan pemanfaatan alat-alat canggih, dan pemberian obat-obatan terbaru yang lebih mahal, meskipun belum tentu sesuai dengan kebutuhan medis (medically unnecessary).


Tarif rumah sakit makin berorientasi menjadi unbundling, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan. Biaya operasi diurai menjadi banyak tarif, terdiri dari jasa-jasa dokter ahli bedah, dokter ahli anestesi, asisten bedah, asisten anestesi, sewa kamar, sewa alat operasi, sewa alat anestesi, oksigen, dan sebagainya. Beberapa rumah sakit menerapkan kebijakan memasang tarif untuk perawat – misalnya mengambil darah, menyuntik, memasang infus, dan sebagainya – yang sebelumnya telah menjadi satu paket dalam tarif kamar rawat inap.


Utilisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan makro mencakup demografik, psikografik, sosial-budaya, norma-etika, hukum, dan locus of healthcare decisions (pihak-pihak terkait yang dalam keputusan pemberian pelayanan kesehatan). Lingkungan mikro meliputi status kesehatan, pola penyakit, disablitas, sumberdaya, sistem pembiayaan dan pendanaan. Dari berbagai faktor tersebut, aspek paling dominan adalah sikap dan perilaku institusi maupun individu dalam memproduksi atau mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan.

Salah satu faktor penting terkait dengan makin meningkatnya biaya kesehatan (yang tidak perlu) adalah metoda kompensasi memberikan insentif pada dokter berdasarkan produktifitas, yang terbukti dapat mendorong pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berlebihan (over utilization).

Faktor sikap dan perilaku juga dapat dilihat dari kecenderungan (dokter maupun pasien) untuk memilih obat bermerek yang lebih mahal daripada obat generik –meskipun khasiatnya sama – tidak lepas dari tujuan untuk mencapai keuntungan lebih besar. (Catatan: obat generik dapat diproduksi oleh perusahaan farmasi lain karena hak patent dari penemu telah habis masa berlakunya.)

Meningkatnya penyakit akibat gaya hidup (life style related disease: kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung koroner, stroke, dsb.) juga menimbulkan permasalahan besar dalam biaya kesehatan, karena membutuhkan pengobatan jangka panjang yang mahal. Faktor risiko penyakit kronik tersebut akan makin meningkat dengan bertambahnya umur. Padahal pendapatan sebagian besar penduduk usia lanjut (lebih dari 65 tahun, WHO) akan makin berkurang.

Proyeksi jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia tahun 2000 sebesar 7,28% diprediksikan pada tahun 2020 akan menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Dari data USA-Bureau of the Census, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar di seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%. Bisa dipastikan permasalahan biaya kesehatan usia lanjut akan menjadi ancaman terbesar bagi negara kita dimasa depan, bila tidak dilakukan antisipasi proaktif.


Tatanan pelayanan kesehatan di negera kita masih sangat dipengaruhi pasar, tanpa regulasi yang efektif untuk pengendalian biaya. Tetapi bagaimana kita mampu menerapkan pengendalian terhadap biaya kesehatan?

Di berbagai negara, pengendalian biaya kesehatan dipilih sebagai topik utama dalam kampanye oleh banyak kandidat presiden, tentu disertai program kerja yang jelas. Nixon mengkampanyekan program pengendalian biaya kesehatan melalui Health Mainteance Organization (HMO, salah satu sistem yang paling ketat dalam managed care). Hillary Clinton selalu menyajikan program reformasi pengendalian biaya kesehatan yang cost-effective guna kesinambungan jaminan kesehatan (khususnya bagi kelompok usia lanjut, Medicare).

Manajemen pengendalian utilisasi pelayanan dalam managed care terfokus pada peran dokter sebagai key person yang menentukan pemeriksaan dan pengobatan bagi penderita. Untuk melaksanakan managed care diperlukan dokter pelayanan primer (primary care physician) yang berkompenten menegakkan diagnosis serta memberikan pengobatan dini dan tepat saat menghadapi pasien sakit. Sang dokter pelayanan primer primer juga menerapkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh yang berkesinambungan. Dan yang terpenting, perlu adanya metoda kompensasi untuk memberikan insentif bagi dokter yang mampu memberikan pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien (cost effective care).


(bersambung ....)

2 komentar:

Red Devil mengatakan...

KOMENTAR GUE
First, congratulation for your first blog!
-Shoutbox nya berhasil ye, tinggal dibenerin scripting margin kanannya tuh, out of the line.
-Tambahin LINK untuk artikel-artikel yang berhubungan dengan tema blog (sebagai referensi bagi pembaca blog)
-Tambahin LINK untuk friend list (affiliations), untuk mempercepat popularitas blog (jadi banyak yang baca, gituh)
-mana tulisan sambungannya? (hehehe)
-Oh ya, tulis juga dong tentang penyelewangan dana askes. contohnya, resep dokter yang terdiri dari 3 item obat, cuma ada 2 item, yang 1 item-nya dibilang abis melulu (abis kok bertahun-tahun??) Kalo sehari ada 500 pasien berarti ada 500 jenis obat yang diembat. imagine, multiple in a year?

Gitu ajah dari gua...tha-tha...

sudut sehat mengatakan...

Hmm..Hebat